Halaman

Kamis, 08 Agustus 2013

Dzikroyat Pecinta Anak Yatim

“Mengurus anak yatim itu harus sabar, karena mereka ini hatinya sensitif banget. Tidak bisa lihat orang berbeda sedikit. Itu wajar, karena mereka kurang kasih sayang.” 
Pesan Khairiyyah.

Membaca rubrik dzikroyat (kenangan) pada salah satu majalah langganan, benar-benar membuat saya terharu. Bagaimana tidak, kali ini tentang dzikroyat Surotul Khoiriyyah Asy’ari dengan  anak-anak yatim penghafal qur’an. Tulisan yang ditulis oleh Ibnu Syahri Ramadhan ini benar-benar menggugah hati setiap orang yang membacanya, termasuk saya sendiri.

“Saya selalu merinding kalau mendengar anak yatim mengaji.” Kalimat yang sengaja ditulis tebal ini lagi-lagi mengacaukan perasaan kita sebagai pembaca. Secara pribadi, baru satu kali saya mendengar anak yatim mengaji. Rasanya terharu dan malu, karena anak itu tidak sekadar mengaji, tapi setor hafalan. Lah kita? Boro-boro hafal, ngaji mungkin sesekali saja. Mungkin.

Sedikit mengulas dizkroyat Surotul Khoiriyyah Asy’ary, pendiri Pesantren Tahfidz untuk anak-anak yatim. Pesantren mulai didirikan saat ia baru menikah, ia merasa bertanggungjawab untuk meneruskan impian ayah angkatnya yang meninggal dunia. Saat ia akan memulai, bukan tak mengalami kendala, malah sebaliknya. Tapi Allah memudahkan, pesantren abahnya (ayah kandung) terbengkalai, yang kemudian diambil alih oleh Khairiyyah tepat pada tahun 2008.

Semua diubah, mulai dari program sampai bangunannya. Bahkan rumahnya sendiri pun dijadikan rumah tahfidz. “Saya rela melakukan itu karena saya pikir, untuk membesarkan yayasan yatim ini harus duduk 24 jam...” Subhanallaah, sedekahin rumah pribadi buat tempat tinggal anak-anak yatim. Dalam hati, kapan kita bisa setotal itu untuk mewakafkan harta kita dan waktu kita ya?

Jujur, perasaan kok kayak diubek-ubek baca rubrik ini. Tidak tenang. Apalagi memang kita juga sedang melakukan apa yang dilakukan Khairiyyah, membangun rumah tahfidz untuk anak yatim dan dhuafa.

Sejauh ini kami telah survey ke beberapa lokasi, tapi lagi-lagi masih kurang pas dengan kapasitas kami sebagai pemula. Tidak apa-apa, itu bukan alasan. Belajar dari ibu pendiri pesantren tahfidz, Khairiyyah, yang begitu yakin pada pertolongan Allah. Keyakinan kami pun pada Allah sama besarnya dengan Khairiyyah. Dan harus siap dengan segala resikonya nanti. Buat saya secara pribadi, ketika doa dan ikhitiar bisa bersinergy dengan baik, insya Allah semua akan menjadi baik. Aamiin. - Lisa Rovita


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan ragu untuk berbagi pikiran. Kami menanti komentar Anda.

RECENT POST..