“Mengurus anak yatim itu harus sabar, karena mereka ini hatinya sensitif banget. Tidak bisa lihat orang berbeda sedikit. Itu wajar, karena mereka kurang kasih sayang.”
Pesan Khairiyyah.
Membaca rubrik dzikroyat (kenangan) pada salah satu majalah langganan, benar-benar membuat saya terharu. Bagaimana tidak, kali ini tentang dzikroyat Surotul Khoiriyyah Asy’ari dengan anak-anak yatim penghafal qur’an. Tulisan yang ditulis oleh Ibnu Syahri Ramadhan ini benar-benar menggugah hati setiap orang yang membacanya, termasuk saya sendiri.
“Saya selalu merinding kalau mendengar anak yatim mengaji.”
Kalimat yang sengaja ditulis tebal ini lagi-lagi mengacaukan perasaan kita
sebagai pembaca. Secara pribadi, baru satu kali saya mendengar anak yatim
mengaji. Rasanya terharu dan malu, karena anak itu tidak sekadar mengaji, tapi
setor hafalan. Lah kita? Boro-boro hafal, ngaji mungkin sesekali saja. Mungkin.
Sedikit mengulas dizkroyat Surotul Khoiriyyah Asy’ary,
pendiri Pesantren Tahfidz untuk anak-anak yatim. Pesantren mulai didirikan saat
ia baru menikah, ia merasa bertanggungjawab untuk meneruskan impian ayah
angkatnya yang meninggal dunia. Saat ia akan memulai, bukan tak mengalami
kendala, malah sebaliknya. Tapi Allah memudahkan, pesantren abahnya (ayah
kandung) terbengkalai, yang kemudian diambil alih oleh Khairiyyah tepat pada
tahun 2008.
Semua diubah, mulai dari program sampai bangunannya. Bahkan rumahnya
sendiri pun dijadikan rumah tahfidz. “Saya rela melakukan itu karena saya
pikir, untuk membesarkan yayasan yatim ini harus duduk 24 jam...” Subhanallaah,
sedekahin rumah pribadi buat tempat tinggal anak-anak yatim. Dalam hati, kapan
kita bisa setotal itu untuk mewakafkan harta kita dan waktu kita ya?
Jujur, perasaan kok kayak diubek-ubek baca rubrik ini. Tidak
tenang. Apalagi memang kita juga sedang melakukan apa yang dilakukan
Khairiyyah, membangun rumah tahfidz untuk anak yatim dan dhuafa.
Sejauh ini kami telah survey ke beberapa lokasi, tapi
lagi-lagi masih kurang pas dengan kapasitas kami sebagai pemula. Tidak apa-apa,
itu bukan alasan. Belajar dari ibu pendiri pesantren tahfidz, Khairiyyah, yang begitu
yakin pada pertolongan Allah. Keyakinan kami pun pada Allah sama besarnya
dengan Khairiyyah. Dan harus siap dengan segala resikonya nanti. Buat saya
secara pribadi, ketika doa dan ikhitiar bisa bersinergy dengan baik, insya
Allah semua akan menjadi baik. Aamiin. - Lisa Rovita